Beranda | Artikel
Hukum Daging Buaya, Kepiting dan Ikan Hiu?
Jumat, 12 April 2013

HUKUM MAKAN DAGING BUAYA

Pertanyaan.
Buaya itu halal atau haram ?

Jawaban.
Mengenai hukum memakan daging buaya, telah ada fatwa dari Komite Tetap Untuk Riset ilmiyah dan fatwa, kerajaan Saudi Arabia no. 5394[1] yang ditanda tangani oleh  Ketua komite tersebut Syaikh Abdulaziz bin Abdillah bin Bâz rahimahullah dan dua Ulama sebagai anggotanya yaitu syaikh Abdurrazaq afifi rahimahullah dan syaikh Abdullah bin Qu’ud –Hafizhahullâhu ta’ala-.

Fatwa tersebut disampaikan berkenaan dengan pertanyaan yang disampaikan kepada komite berkenaaan dengan halalkah memakan hewan-hewan berikut: Penyu, kuda laut, buaya dan landak, ataukah semua ini haram?

Mereka menjawab, “Memakan landak hukumnya halal, berdasarkan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah, “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allâh. [al-An’âm/6:145]

Juga karena kaidah pada asalnya diperbolehkan sampai pasti ada yang memalingkan hukum tersebut.

Adapun penyu (kura-kura), sejumlah Ulama berpendapat bahwa boleh mengkonsumsi binatang ini walaupun tanpa disembelih, berdasarkan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut [al-Mâ’idah/5:96]

Juga sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang air laut:

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Airnya suci dan bangkainya halal.

Namun yang lebih selamat adalah tetap disembelih, agar keluar dari khilaf.

Sedangkan buaya ada yang berpendapat boleh dimakan seperti ikan berdasarkan keumuman ayat dan hadits diatas. Ada juga yang menyatakan  haram dimakan, karena termasuk hewan buas yang bertaring. Yang rajih adalah pendapat pertama.

Adapun kuda laut maka boleh dimakan karena masuk keumuman ayat dan hadits di atas dan tidak adanya dalil yang menentangnya. Juga karena kuda darat halal dimakan dengan nash maka tentunya kuda laut lebih pantas lagi dihalalkan.

Wabillâhit Taufîq wa Shallallâhu ‘ala Nabiyyinâ Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1]  Fatâwa Lajnatid Dâimah Lil Buhûtsil ‘Ilmiyyah wal Iftâ, 22/319

APAKAH KEPITING HALAL?

Pertanyaan.
Mohon penjelasan, dahulu yang saya ketahui kepiting itu haram. Tetapi sekarang ada beberapa tayangan TV menerangkan bahwa kepiting itu halal. Syukran.

Jawaban
Sebagai seorang mukmin, kita wajib meyakini bahwa yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam. [al A’raf7:54].

Oleh karena itu, Allah melarang manusia menghalalkan dan mengharamkan tanpa dalil dari al Kitab dan as-Sunnah. Dan jika hal itu terjadi berarti termasuk membuat kedustaan atas nama Allah. Disebutkan dalam firman-Nya:

وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. [an-Nahl/16:116].

Dalam masalah makanan, hukum asal seluruh makanan yang ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. [al Baqarah/2:29].

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. [al Baqarah/2:168].

Dengan demikian, seseorang tidak boleh mengharamkan makanan, kecuali yang telah diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya, sesuai tugas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu menyampaikan apa yang Allah perintahkan untuk disampaikan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?” [Yunus/10:59].

Setelah mengetahui kaidah ini, maka adakah keterangan di dalam al Kitab atau as-Sunnah yang mengharamkan kepiting?

Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada ayat maupun hadits yang mengharamkan kepiting. Di sebagian sekolah dan buku-buku diajarkan, bahwa binatang yang hidup di dua alam, yakni daratan dan lautan, itu haram. Mungkin dari sinilah sebagian orang beranggapan jika kepiting itu haram. Seseorang yang beranggapan demikian, maka perlu menunjukkan dalil bahwa binatang yang hidup di dua alam, yakni daratan dan lautan, itu haram. Jika jelas tidak ada dalilnya, maka hal itu kembali kepada kaidah, yaitu bahwa seluruh makanan itu halal kecuali yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.

Adapun berita saudara “tetapi sekarang ada beberapa tayangan TV menerangkan bahwa kepiting itu halal”, maka perlu kami jelaskan, bahwa sesuatu yang haram menurut nash syari’at pada zaman dahulu, tidaklah bisa menjadi halal pada zaman sekarang. Karena yang menentukan halal dan haram itu adalah Allah Azza wa Jalla , bukan waktu. Memang makanan yang Allah haramkan itu bisa menjadi halal dalam keadaan terpaksa, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al Baqarah/2:173].

Demikian jawaban kami.

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

HALALKAH IKAN HIU?[1]

Pertanyaan
Halal atau haramkah mengkonsumsi ikan Hiu ?

Jawaban.
Semua jenis ikan halal dikonsumsi, baik ikan hiu atau yang lainnya, berdasarkan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla.

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut [al-Mâidah/5:96]

dan berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang laut :

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

air laut itu suci dan bangkai binatangnya halal

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

al-Lajnatud Dâimah lil Buhûtsil ‘ilmiyyah Wal Iftâ’
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullâh bin Bâz
Anggota : Syaikh Abdullâh bin Ghadyân, Syaikh Shâlih Fauzân, Syaikh Abdul Azîz Alu Syaikh dan Syaik Bakr Abu Zaid

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1430H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan dari Fatâwâ al-Lajnatid Dâimah lil Buhûtsil ‘ilmiyyah Wal Iftâ‘, 22/320


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3579-hukum-daging-buaya-kepiting-dan-ikan-hiu.html